Bacaan Basmalah; Antara Keras Dan Lirih

Oleh: HM. yunan, Lc

Pendahuluan
Ketika kita membuka pembicaraan tentang setiap gerakan dan bacaan dalam sholat, maka kita akan menemukan banyak sekali pertentangan dan perbedaan antara para ulama ataupun ahlul ilmi, namun pertentangan tersebut bukan sesuatu yang harus kita ikuti sehingga kita menjadikannya sebuah masalah besar yang menyebabkan kita mengindar dan menjauh apalagi sampai meninggalkan sholat, karna sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah hadistnya:

اَلْخِلَافُ بَيْنَ أُمَّتِى رَحْمَةٌ
Perbedaan antara ummatku adalah Rahmat 

Maka menurut hemat kami, hendaknya sebagai seorang muslim, apalagi seorang aktifis dakwah, sudah seharusnya mengedepankan sikap toleransi terhadap perbedaan yang terjadi ditengah masyarakat. Dalam menjalankan ibadah yang masih bersifat furu’iyah, jangan sampai yang dikedepankan hanya ingin tampil beda dan ingin menunjukkan seakan dia lebih baik dan pintar dalam beribadah dan meresa lebih tahu, padahal di sana masih banyak orang lain yang berbeda pandangan dan memiliki dalil dan sandaran yang tidak kalah kuatnya. Kalau sikap toleransi tidak dikedepankan maka akan dapat menimbulkan keresahan dikalangan umat ini, yang tentunya ini tidak kita inginkan.



Maka hendaknya kita juga harus bersikap lebih dewasa lagi. Dan menurut kami tidak ada salahnya kalau ada seseorang yang cenderung kepada pendapat; tidak menjaharkan bacaan basmalah untuk menjaharkannya ketika dia menjadi iman shalat yang makmumnya mayoritas menjaharkan bacaan basmalah atau mungkin sebaliknya.

Mengingat juga bahwa pemahaman yang baik dalam mengerjakan sholat akan menuntun untuk dapat menunaikan ibadah sholat denga baik pula. Sehingga terhindar dari suatu kecelakaan yang telah difirmankan oleh Allah, yaitu :

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ # الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, (QS Al Ma’un:4-5)

Dengan demikian pentinglah judul bahasan ini untuk dibahas. Sehingga jika sholat yang ditunaikan benar maka akan memberikan yang baik pada diri sendiri paling tidak.

Pendapat Ulama
Pada dasarnya terdapat perbedaan yang sangat berfariasi di kalangan para ulama, ada sebagian ulama yang melarang membaca basmalah ketika sholat ada pula yang membolehkan membacanya. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan pemahaman dan perbedaan hadist yang ada. Ada sebagian hadist yang menyebutkan bahwa Rasulullah ketika sholat membaca basmalah dan ada juga yang menerangkan tidak membaca basmalah. Dari sinilah perbedaan  pendapat tentang membaca basmalah ketika sholat itu muncul. Setidaknya ada 3 pendapat ulama dalam menjelaskan masalah ini.

A.    Imam Malik melarang membaca bismillah dalam shalat maktubah (fardlu) , baik secara keras (jahr) atau lirih (sirr), baik di awal surat al-Fatihah atau di awal surat-surat lainnya, akan tetapi beliau memperbolehkan membaca bismillah dalam shalat sunnah.
Dalil :
1.    Dari Aisyah r.a : “Sesungguhnya Rosulullah memulai sholat dengan takbir dan membaca alhamdulillahi robbil’alamin (Riwayat Muslim)

2.    Anas berkata: “Aku shalat bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka aku tidak mendengar salah satu di antara mereka membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” Sedangkan riwayat dari Imam Muslim berbunyi: “Aku Shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka semua memulai shalat dengan membaca alhamdulillahi rabbil ‘alamin, mereka tidak menuturkan bismillahirrahmaanirrahiim di awal maupun akhir bacaan.”

B.    Imam Abu Hanafi, Imam Hanbali dan Ats-Tsaurii berpendapat bahwa orang yang sholat hendaknya membaca bismillah secara lirih ketika akan membaca surat al-Fatihah dan ini dilakukan di setiap rakaat sholat, beliau juga berkata bahwa bismillah lebih baik bila dibaca pada setiap surat dalam sholat. ( Imam Hambali menambahkan tidak disunnahkan membaca keras )
Dalil :
1.    Dalam riwayat lain bagi Ibnu Huzaimah : “Mereka membaca Bismillahir-rahmaanir-raahiim”membacanya dengan pelan”. (Subulus Salam I/333).

2.    Sesungguhnya penulisan basmalah didalam mushaf menunjukkan bahwa ia merupakan ayat didalam Al Qur’an, nemun hal itu bukan merupakan dalil bahwa ia adalah ayat dari setiap surat. Dan hadits-hadits yang menerangkan tidak dibacanya secara keras dalam sholat bersamaan dengan bacaan alfatihah menunjukkan bahwa ia bukan merupakan bagian dari surat alfatihah, maka madzhab hanafi menghukuminya termasuk bagian dari ayat Alqur’an secara sempurna selain dalam surat An-naml, maka basmalah berfungsi sebagai pembatas antara dua surat. Pendapat ini dikuatkan dengan beberapa riwayat dari para sahabat, bahwa mereka berkata :”sesungguhnya kami tidak mengetahui batasan surat-surat sampai turun bismillahirohmanirrohim”. (HR. Abu Dawud. Lihat Al Jami’ li ahkamil Qur’an I/90)Demikian juga riwayat dari ibnu abbas r.a. :”sesungguhnya Rosulullah tidak mengetahui pembatas surat sampai turun kepadanya bismillahrrohmanirrohim (HR. Al Hakim/ Al mustadrok & Abu Dawud dengan sanad shohih)maka dari kedua riwayat tersebut madzhab hanafi berpendapat bahwa membaca basmalah diawal surat alfatihah dalam sholat adalah sunnah dibaca sir (lirih), adapun diawal surat-surat yang lain dibaca lirih merupakan kebaikan.(lihat Ahkamul Qur’an-Aljashosh- I/5, tafsir At-Thobari, zaadul masir).

C.    Imam Syafi’i, Abu Tsaurii, dan Abu ‘Ubaid berpendapat bahwa orang yang sholat membaca bismillah hukumnya wajib, dibaca keras pada bacaan keras (Contohnya: Subuh, Maghrib, Isya, ‘Idain, dll)  dan dibaca lirih pada bacaan lirih( Contohnya: Dzuhur, Ashar dll) dan ini dilakukan ketika membaca surat Al-Fatihah.
Dalil :
1.    Abu Hurairoh r.a, Nabi Muhammad SAW: Sesungguhnya rosulluloh telah bersabda “Jika kalian membaca alhamdulillahi robbil’alamin, maka bacalah bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya itu ummul Qur’an, ummul kitab, dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), dan bismillaahir rohmaanir rohiim termasuk salah satu ayat surat Al-Fatihah. (Riwayat Daruqutni dari Hadits Abdul Hamid bin Za’far dari Nuh bin Abi Bilal dari Sa’id bin Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh r.a)

2.    bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:

كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ، فَقَرَأَ : بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ {وَلا الضَّالِّينَ} قَالَ : آمِينَ ، وَقَالَ: النَّاسُ آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: الله أَكْبَرُ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ قَالَ: الله أَكْبَرُ ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم. (رواه النسائي(

Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.” [H.R. al-Nasa’i]

3.    Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. (رواه الدارقطني(

Sesungguhnya Nabi SAW ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni].

Penutup
Abbas selaku ulama Kontemporer menerangkan bahwa membaca basmalah ketika sholat memang ada beberapa pendapat, namun kesemua pendapat baik dan benar, selama basmalah itu masih dibaca (keras ataupun lirih). Ini terjadi karena banyak hadist yang menyebutkan masalah membaca basmalah ini ketika sholat. Sehingga basmalah bisa dibaca ketika sholat, baik sholat wajib ataupun sholat sunnat karena sholat tidak batal walau kita membaca basmalah dengan keras ataupun lirih.

Maka sekali lagi, harus kiranya kami tekankan bahwa dalam berpendapat dan mengambil sebuah sikap, hendaknya kita mengedepankan toleransi kepada siapapun orang disekitar kita lebih lagi kepada masyarakat kita sendiri. Kita boleh berpendapat tapi tidak dibolehkan memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti pendapat kita. Selama pendapat tersebut memiliki tiang atau fondasi yang kokoh berdasarkan Al Qur’an dan Hadist, maka berilah ruang kepada mereka untuk tetap berpegang kepada pendapat mereka masing-masing. Wallau a’lam bishowab, wallau yahdina ila shirotol mustaqim.  


DAFTAR PUSTAKA
Bidayatul Mujtahid, Imam Al-Qadhi Abul Waliid, Darul Fiqr
Bulugul Maram min Adillatil Ahkam,Imam Hafidz, Al-Ahzar, Darul Kutub Al-Islami
http://media.isnet.org/V01/ISLAM/Qardhawi/

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kitab dan Sunnah
ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 9:00:00 PM Kategori:

1 komentar:

  1. Imam Malik melarang membaca bismillah dalam shalat maktubah (fardlu) , baik secara keras (jahr) atau lirih (sirr), baik di awal surat al-Fatihah atau di awal surat-surat

    memperbolehkan membaca bismillah dalam shalat sunnah.
    Saya ingin merespon larangan malik berarti haram dong?
    Rasulluloh hampir tdk pernah sholat sendirian, bagaimana mungkin dalil dr perempuan dijadikan dasar hadist oleh malik?

    ReplyDelete

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Untuk Masukan dan perbaikan buat kami, dan mohon tidak meninggalkan Spam, Tanks.!

 

Flag Counter

free counters

Followers