BAB II
AHLI WARIS
Pasal 172
Ahli
waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau
anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.
Pasal 173
Seorang
terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, dihukum karena:
a.
dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para
pewaris;
b.
dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah
melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.
Pasal 174
(1)
Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a.
Menurut hubungan darah:
-
golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
paman dan kakek.
-
Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari
nenek.
b.
Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
(2)
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak,
ayah, ibu, janda atau duda.
Pasal 175
(1)
Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
a.
mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b.
menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk
kewajiban pewaris maupun penagih piutang;
c.
menyelesaikan wasiat pewaris;
d.
membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhak.
(2)
Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas
pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
BAB III
BESARNYA BAHAGIAN
Pasal 176
Anak
perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersama-sama mendapzt dua pertiga bagian, dan apabila anask
perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah
dua berbanding satu dengan anak
perempuan.
Pasal 177
Ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak,
ayah mendapat seperenam bagian.
Pasal 178
(1)
Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga
bagian.
(2)
Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda
bila bersamasama dengan ayah.
Pasal 179
Duda
mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris
meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian.
Pasal 180
Janda
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.
Pasal 181
Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan
saudara
perempuan
seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau
lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.
Pasal 182
Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu
saudara
perempuan
kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan
tersebut
bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih,
maka
mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan
tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian
saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
Pasal 183
Para
ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan,
setelah masing-masing menyadari bagiannya.
Pasal 184
Bagi
ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan
kewajibannyua, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Hakim atas usul
anggota keluarga.
Pasal 185
(1)
Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh
melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pasal 186
Anak
yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan
ibunya
dan
keluarga dari pihak ibunya.
Pasal 187
(1)
bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris
semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai
pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:
a.
mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak
maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang
bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;
b.
menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan Pasal 175
ayat (1)
sub
a, b, dan c.
(2)
Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang
harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak.
Pasal 188
Para
ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan.
Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan
pembagian warisan.
Pasal 189
(1)
Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2
hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan
untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.
(2)
Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di
antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan
tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara
membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya
masing-masing.
Pasal 190
Bagi
pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak
mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
Pasal 191
Bila
pewaris tidak meninggalkanahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak
diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama
diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan
kesejahteraan umum.
BAB IV
AUL DAN RAD
Pasal 192
Apabila
dalam pembagian harta warisan di antara para ahli warisnya Dzawil furud
menunjukkan
bahwa
angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan
sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi
secara aul menutu angka pembilang.
Pasal 193
Apabila
dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan
tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan
secara rad, yaitu sesuai dengan hak masingmasing ahli waris sedang sisanya
dibagi berimbang di antara mereka.
BAB V
WASIAT
Pasal 194
(1)
Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa
adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga.
(2)
Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3)
Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru
dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1)
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis
dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2)
Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan
kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3)
Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4)
Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di
hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan
Notaris.
Pasal 196
Dalam
wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan
jelas siapa siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang
diwasiatkan.
Pasal 197
(1)
Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
a.
dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada
pewasiat;
b.
dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah
melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat;
c.
dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat
atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
d.
dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.
(2)
Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
a.
tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat;
b.
mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
c.
mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau
menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
(3)
Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.
Pasal 198
Wasiat
yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda haris
diberikan jangka waktu tertentu.
Pasal 199
(1)
Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan
persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik
kembali.
(2)
Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang
saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan
akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
(3)
Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara
tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4)
Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut
berdasartkan akte Notaris.
Pasal 200
Harta
wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah
mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal
dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.
Pasal 201
Apabila
wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang
tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta
warisnya.
Pasal 202
Apabila
wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak
mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan
pelaksanaannya.
Pasal 203
(1)
Apabila surat wasiat dalam keadaan tertup, maka penyimpanannya di tempat
Notaris yang
membuatnya
atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.
(2)
Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat
yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.
Pasal 204
(1)
Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan
pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi
dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.
(2)
Jikas surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan
harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan
selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana
ditentukan dalam ayat (1)
pasal
ini.
(3)
Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris
atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian
selanjutnya.
Pasal 205
Dalam
waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan
tentara
dan
berada dalam daerah pertempuran atau yang berada di suatu tempat yang ada dalam
kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan
atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 206
Mereka
yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di
hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka
dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang
saksi.
Pasal 207
Wasiat
tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi
seseorang dan kepada orang yang memberi tuntutran kerohanian sewaktu ia
mewnderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan
jelas untuk membalas jasa.
Pasal 208
Wasiat
tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.
Pasal 209
(1)
Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal
193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima
wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak
angkatnya.
(2)
Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
BAB VI
HIBAH
Pasal 210
(1)
Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya
paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang
lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
(2)
Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211
Hibah
dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
Pasal 212
Hibah
tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.
Pasal 213
Hibah
yang diberikan pada swaat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian,
maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.
Pasal 214
Warga
negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di
hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya
tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Kitab dan Sunnah
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Untuk Masukan dan perbaikan buat kami, dan mohon tidak meninggalkan Spam, Tanks.!